Mungkin sedikit yang mengetahui kalau jenis paku yang satu ini bisa di jadikan lalapan. Ya, begitulah tutur masyarakat di daerah pinggiran sungai pasang surut seperti daerah Aluh-Aluh, Tabunganen, Marabahan, dan sekitarnya di Kabupaten Baritio Kuala. Tanaman yang memiliki nama ilmiah Acrostichum aureum banyak tumbuh dipinggiran sungai disela-sela pohon bakau ataupun di tepi persawahan pasang surut.
Piyai, itulah nama atau sebutan warga setempat terhadap paku laut. Jika di daerah dataran rendah (rawa) ada Kelakai yang juga sering dijadikan sayuran, maka bagi masyarakat pinggiran sungai Piyai adalah salah satu sayuran favorit karena selain mudah didapat rasanya juga enak. Bagian tanaman yang digunakan untuk sayur adalah daun tanaman muda biasanya masih berwarna merah kecolatan. Salah satu cara memasaknya adalah dengan direbus bersama ubi/singkong atau di tumis. Biasanya untuk yang direbus tidak lupa ditemani sambal terasi, hmmm.. enak!.
Namun dengan semakin berkembangnya jaman, keberadaan Piyai ini mulai terlupakan. Makanan-makanan praktis seperti mi instan, tempe, dan tahu, sawi, selada dan tanaman dataran tinggi lainnya sudah mulai menggantikan piyai sebagai makanan favorit masyarakat pinggiran sungai. Sehingga tidak jarang ada saja anak pinggiran sungai sekarang yang belum pernah memakan sayuran ini sejak Ia lahir.
Oleh karenanya kita patut mengenal tanaman ini agar tetap bisa dikenang dan siapa tahu bisa kembali menjadi makanan favorit warga Indonesia khususnya Kalimantan Selatan.
Kerajaan: | Plantae |
Divisi: | Pteridophyta |
Kelas: | Pteridopsida |
Ordo: | Pteridales |
Famili: | Pteridaceae (Polypodiaceae) |
Genus: | Acrostichum |
Spesies: | A. aureum |
Nama lokal : Piyai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar